Jumat, 22 April 2011

Just Dreaming


Just Dreaming (chapter 1)
Cerita ini aku buat sedikit gaje dari judulnya. Cerita ini mungin aku buat untuk anak- anak ICL Seperti kata Justin Bieber, teruslah bermimpi karena suatu saat nanti mimpimu pasti akan terwujud, jadi terinspirasi buat deh. Cerita ini juga spesial buat teman –teman aku yang lagi menikmati masa liburan *biar ga bete di rumah maksudnya*.  Buat yang baca, cerita ini membutuhkan khayalan yang tinggi. Sorry gaje, jelek, maklumin aja soalnya belum berbakat. So, hope you like it J  cekidoooottt.....
>>>>>>>>>> 
Pagi ini adalah hari terspecial bagiku. Yupz... hari ini aku dapat bertemu dengan idolaku, Cakka Kawekas  Nuraga. Senangnya hatiku bagai mau ketemu Cakka *GUBRRAAAKKK*. Aku mengikuti camping yang juga diikuti oleh Cakka. Kesempatan, buat dekat dengan Cakka. Hahaha... *laugh devil* #rencana jahatmuncul.
Tepat pukul 9 pagi aku pergi ke tempat camping. Sudah banyak remaja seusiaku yang ingin mengikuti camping ini berkumpul. Ini adalah camp dari SMP Global yang terkenal dengan muridnya yang merupakan artis terpopuler saat ini. Jadi tak heran jika banyak yang nengikuti camp ini. Beruntung aku yang bukan siapa – siapa dan tak bersekolah disana bisa ikut camp ini.  Dengan tampang muka orang linglung aku masuk ke dalam camping itu. Wajar saja karena tak ada satu orang pun yang  ku kenal.
“Anak – anak ayo segera berkumpul,” perintah seorang lelaki paruh baya yang merupakan panitia camp ini.
Semua peserta camp lalu menuruti perintah panita tersebut. Kalo aku ikut – ikut aja deh.
“Selamat pagi anak – anak,” ujar cowok itu.
“Selamat pagi pak,” balas kami
“Perkenalkan, nama saya Doni. Kalian dapat memanggill saya dengan panggilan pak Doni,” terang Pak Doni.
Setelah di berikan beberapa materi, pelaksaanaan camp ini lalu di buka. Kami lalu disuruh membuat grup yang terdiri dari 3 orang berhubung yang menikuti camp ini hanya 30 orang. Gue langsung bingung sendiri. Siapa juga yang mau satu kelompok dengan gue? Hadehh -_-
Sementara semuanya sibuk urusin kelompok, gue duduk termenung aja di batu – batu sambil bergumam kecil nyanyi lagu Baby.
BRRUUUKKKKK..............
“Aduuhhh..” gumam seseorang. Rupanya dia kesandung kakiku. Mampus dah gue.
“Loe ga papa kan?” tanyaku dan membantunya berdiri.
“Duuhh, sakit banget nih,” ujarnya sambil memegangi keningnya.
“Duh, sorry banget ya,” kataku lumayan panik.
Cewek itu memandangku. Aku baru bisa melihat wajahnya karena rambutnya yang tebal menutupi wajahnya. Dia mandangku sinis. Wajahnya yang memang mirip Mak Lampir membuatku jadi takut sendiri.
“Heh... Lihat nih, ini gara – gara loe tau ga?!” ujar cewek itu sambil memegang keningnya yang merah membabibuta (?). Spotan aja semua orang di sekitarku jadi mengalihkan perhatian mereka kearahku. Malu geellaa!!
“Ya maaf,” kataku dan menunduk soalnya ga berani natap wajahnya yang menyeramkan itu.
“ Ada apaan sih Shil?” tanya seseorang. Dari suaranya sih cowok. Wait... Cowok? I like it! *gatal mode : tring*
Aku menegadahkan kepalaku untuk melihat orang itu.
“Ini nih say, dia tadi dorong aku sampai aku jatuh. Keningku sakit banget nih,” jawab cewek itu yang sok imut banget. Pengen muntah banget deh dengarnya.
“Eh, loe jangan menfitnah deh” kataku membela diri “jadi, ceritanya ntuh...” kata – kataku terputus melihat cowok itu.
‘Cak... Cak... CAKKA!!!’ batinku.
Aku terdiam seribu bahasa ditempat. Rasanya pengen terbang aja deh #lebeh
Cakka menatapku sinis “Udah sayang, ga usah mikirin orang yang ga selevel dengan kita.”
Shilla menjulurkan lidahnya.
“Cabut yuk,” ajak Cakka dan melangkah pergi diikuti cewek itu.
Hatiku hancur berkeping – keping. Ga nyangka tujuanku yang niatnya untuk bertemu Cakka hancur sudah. Sakit hati banget pas dengar kata – katanya barusan. Rasanya ingin nangis guling – guling di tempat -,-.
“Kamu ga papa  kan?” tanya seseorang dan menepuk pundakku.
“Ga papa  kok” jawabku dan memperhatikan wajahnnya dengan seksama. Dia tampak sangat cantik di bandingkan denganku. Mana kayaknya dia orang kaya lagi.Tambah minder dah -_-.
Dia lalu berjalan dan aku mengikutinya dari belakang, “Yang tadi itu Shilla. Dia memang sifatnya kayak gitu jadi ga usah loe tanggepin” katanya “Dan yang cowok itu Cakka. Dia adalah pacar Shilla”
“Apa?! Pacarnya Shilla??!!” tanyaku yang sangat- sangat tidak percaya.
Cewek itu mengagukkan kepalanya, “Kenapa? Apa jangan loe suka lagi sama Cakka?” terkanyanya.
Aku menundukkan kepalaku. Kalo aku bilang iya entar dia ceramahin lagi.
“Semoga saja tidak,” ujarnya.
Ternyata gue bakal punya banyak penghalang nih buat dapetin Cakka.
“Hey guys,” sapa seorang cewek yang main nyosor aja ke depannya kami.
“Aku boleh satu kelompok dengan kalian kan?” tanya cewek itu.
“Boleh kok,” jawabku. Kebetulan, aku juga belum dapat kelompok.
“Em...Boleh – boleh aja”
“Akhirnya aku dapat kelompok juga. Kenalin, nama aku Zevana” cewek itu memperkenalkannamanya.
“Namaku Sivia”
“Namaku *urname*”
Setelah perkenalan singkat itu, kami di suruh untuk membuat tenda. Susah – susah gampang sih.
“Zeva, gimana sih nih cara pasangnya?” tanyaku yang memang tidak tau cara memasangnya.
Tak sengaja mataku melirik Cakka yang nampaknya juga sedang kesusahan mendirikan tenda. Seulas senyum terasa mengembang di wajahku. Yaaa.. Walaupun perkataannya tadi pagi cukup membuat hatiku tersayat, tapi namanya juga fans, lihat idola kita secara langsung aja udah menggoda iman (?).
“Nape loe? Senyam seyum sendiri. Kesambet loe?” tanya Sivia.
“Siapa juga yang senyam senyum sendiri,” balasku dan mulai mencari kesibukan lain.
Malam harinya....
“*urname* Zeva mana?” tanya Sivia dan ikut duduk di sampingku mengitari api unggun.
“Tau tuh, dari tadi ga nongol – nongol” jawabku.
“Mana lagi tuh anak?” gumam Sivia
“Anak – anak waktu tidur kalian adalah pukul 21.00 dan kalian harus bangun tepat pukul 4” ujar Pak Doni.
Kata – kata itu di sambut dengan gerutu sana – sini. Termasuk juga aku. Gila, pagi amat.
“Pak, apa mesti jam segitu ya bangunnya?” tanya Shilla.
“Iya. Jika ada yang bangun telat, harus mengangkat air dari sungai sebanyak 2 ember!” jawab Pak Doni.
“Hey” sapa seseorang dan menepuk pundakku dan Sivia.
“Zeva? Loe dari mana aja?” tanya Sivia.
“Tadi ada urusan bentar,” jawab Zevana .
Nafas Zevana terengah – engah, Sivia menatap Zevana curiga sementara gue? Manaketehe... yang jelas bingung aja sama mereka. Aneh gitu. Yang jelas gue mesti berjuang bangun pagi. Semangat!!! ;)
>>>>>>>>> 
Just Dreaming (chapter 2)
Keesokan harinya....
“Abang Justin, bantuin aa berdiri dong...”
“Hooaamm...”
Aku terbangun dari tidurkku. Bangunnya di saat ga tepat nih. Nyariisss aja tadi aku mau ciuman sama Justin Bieber. Ckckck...
“Vi.. Vi.. Bangun..” ucapku sambil menepuk – nepuk Sivia.
Aku merasakan disampingku tak ada siapapun “Vi..” panggilku pelan.
Aku menoleh ke belakang. Aku tak melihat siapapun disampingku. Zevana juga tidak ada. Mampus, jam berapa sekarang? Kulirik jam tanganku. Sudah pukul 8 pagi!
“Aahhh..” teriakku dan terbangun.
Ku lihat sekelilingku. Terlihat Sivia dan Zevana tertidur pulas seakan – akan menikmati keindahan pulau mimpi mereka.
“Fuh.. Syukur aja hanya mimpi,” ujarku dan bernafas lega.
Aku memutuskan untuk pergi keluar tenda. Sekedar melihat bintang asyik juga. Perlahan – lahan aku membuka tendaku. Aku duduk di depan tendaku. Ternyata banyak banget bintang yang bertaburan di langit.
“Hey, kamu belum tidur?”
Terdengar suara seseorang menyapaku.
“Em... Belum,” jawabku singkat dan terkesan sedikit canggung.
Cowok itu mendekat.. sepertinya kearah gue sih. Rada ga enak nih. Cowok itu lalu duduk di sampingku dan gue sedikit bergeser dari tempat gue.
“Nama gue Mario.. Tapi loe bisa panggil gue Rio,” ujarnya dan tersenyum manis kearahku. Senyumnya mau bikin gue nge – fly. Hahay... Hehe..
“Em.. Gue *urname*, balasku.
Rio memandang ke langit yang berwarna hitam, namun romantis kalo dilihat bersama Rio. Wkwkwk...
“Bintang yang bagus ya..” ujarku memulai pembicaraan. Walaupun niatku sebenarnya ingin mendengar suaranya. Hehe :D
“Iya..bagus banget,” Tanggapnya.
“Kamu salah satu bintang tamu di camp ini ya?” tanyanya.
“Gue? Haha.. mana mungkin?” jawabku.
“Habisnya kamu cantik sih,” gumam Rio yang masih dapat terdengar olehku.
Aku menoleh kaget padanya. Senang udah pasti. Lagi – lagi gue pengen nge –fly :D.
“Hah?! Mata loe katarak kali. But, thanks atas pujian loe” balasku. Ga boleh terlalu ge-er kan?
Rio tersenyum simpul dan gue bisa lihat kalo dia itu maniiiiiissssss banget kayak gula, kecap, sirup dan.. Cakka L.
“Di bilangin ga percaya,” ujar Rio.
“Haha.. Loe bisa aja,” balasku santai walaupun hati gue pengen CRAZY. Jarang coy gue dipuji,apalagi sama cowok ganteng. Haha.
“Udah malam nih, tidur yuk,” kata Rio dan bangkit berdiri dari tempat duduknya.
***
“TIIDDDDAAAKKK” teriaku di pagi hari.
Mampus gue, hari pertama aja udah telat. Bisa mati pingsan gue dapat hukuman itu. Mana Zeva dan Sivia udah ninggalin gue lagi. Dasar gak setia kawan.
Cepat –cepat aku mandi dan bergegas menuju sungai, tempat kami, para peserta camp bekumpul.
Setibanya disana ga buruk-buruk amat sih. Hanya ada aku dan...seorang cowok cakep, tinggi, dan berwajah oriental.Maybe I  can call him Mr. Perfect.  Gayanya cool abis, setidaknya mengingatkanku pada sesosok cowok yang sangat ku kagumi. Dia adalah Cakka.
“Sayang, aku masih ngantuk nih.”
Aku berbalik dan melihat seorang cowok dan cewek. Yang cewek nampak manja pada si cowok, si cowok hanya memberikan perhatian sayang untuk cewek itu. Mungkin kebahagian cewek itu tak akan pernah aku dapatkan dari cowok itu. Sangat mustahil.
“Shilla cantik.. Kamu ga mau kan hukuman buat kita betambah?” tanya Cakka lembut, membuat Shilla tak ngambek lagi dan malah pamer kemesraan ketika melihatku. Dasar Mak Lampir.
“Iya deh say,” ucap Shilla yang hampir membutku muntah dengan sikapnya yang sok imut itu.
Cakka yang tak sengaja melihatku hanya memandangku sayu. Melihatnya terkadang membuatku mengingat kejadian kemarin. Dasar artis muka dua, katanya baik sama semua orang, tapi mana? KECEWA. Dan...
“Rupanya kalian ya, yang terlambat,” ujar Pak Doni yang tiba – tiba datang.
Semua hanya tertunduk malu.
“Saya akan memenuhi perkataan saya kemarin. Kalian harus mendapat hukuman,”ucapnya. Dan aku yakin dia bersungguh – sungguh dengan kata – katanya.
“ Tapi pak...”
“Tidak ada kata tapi, nona Shilla, karena kamu membantah, hukuman untuk kamu bertambah!” potong Pak Doni sebelum Shilla menyelesaikan kalimatnya.
 Shilla tampak shock.
‘Mampus loe Shil, emang enak? Haha’ ujarku dalam hati.
“Jadi hukuman buat kita apa Pak?”  tanya Mr. Perfect. Ya oloh, dengar suaranya aja udah bikin gue geregetan.
“Kalian harus mengangkat air 2 ember dari sumur dekat tempat ini,” jawab Pak Doni.
“Jauh amat Pak, kenapa ga ambil air dari sungai ini aja Pak?” tanya Cakka.
“Sudah, jangan membantah! Kalian cepat laksanakan hukuman kalian. Kalau sudah, kalian kembali ke tempat camp. Mengerti?”
“Mengerti Pak.”
Pak Doni lalu berjalan melewati kami yang terlihat sangat malas melaksanakan hukuman itu.
“Oh ya Shilla,” ujar Pak Doni dan berbalik kearah kami, “Kamu harus mengambil air sebanyak 3 ember sebagai hukuman karena kamu sudah membantah tadi,” lanjutnya.
Shilla nampak ingin membantah lagi, namun Pak Doni sudah terlanjur berjalan pergi.
***
“Iuuww... sumurnya kotor banget,” ujar Shilla nampak jijik melihat sumur yang dimaksud Pak Doni.
Aku berjalan mendekati mulut sumur. Cukup licin. Aku menegadah kepala ku ke dalam sumur. Ya, bisa di bilang sumur ini sangat dalam dan airnya sangat surut.
“Dalam ya,” ujar seseorang.
Aku menoleh ke samping. Ya ampun, dia adalah Mr. Perfect!!”
“Ya.. sangat dalam,” tanggapku.
Mr.Perfect itu lalu mengambil air melalui katrol yang tampak rapuh. Dengan perlahan dia mengambil air dari dalam sumur itu.
“Cepat ambil air, sembelum loe juga dapat masalah,” ujar cowok itu.
Aku menuruti kata – katanya. Setelah mengambil air, aku mengikutinya. Sementara Shilla terus menggerutu.
***

“Cuapeknyaa..” ujarku dan duduk disampaing Sivia.
“Dari mana loe?”  tanya Sivia.
“Habis angkat air,” jawabku dan mengipas tubuhku dengan tanganku.
“Kok bisa?”
“Itu karena kalian ninggalin gue sendirian,” jawabku sedikit jengkel.
“Ya maap *urname*. Habisnya loe tidur bukan kayak kebo lagi, tapi kayak orang mati!” tanggap Zeva.
“yaelah, sampe segitunya,” balasku.
“Anak – anak ayo berkumpul!” perintah Pak Doni dengan menggunakan toak.
Cepat – cepat aku, Zeva, dan Sivia berlari untuk berkumpul.
“Anak – anak, nanti malam kita akan mengadakan jurit malam secara berpasang – pasangan. Cewek dan cowok. Pasangan itu akan di undi secara acak,” ujar Pak Doni
Kami mulai menggerutu sana – sini dan aku yang paling heboh. Pertama, semua cowok di sini terlihat jutek. Mungkin tidak berlaku untuk Rio karena senyumnya yang menawan. Yang kedua, aku tuh orangnya penakut. Jadi ribet .
Selama kebingunganku merajalela, dari kejauhan aku melihat Mr. Perfect sedang melirik kearahku dan.. tersenyum? Buset,, mimpi apa gue semalam? Tapi tetap, ga boleh PD. Entar kalo jatuhkan sakit.
“Baik, di dalam mangkuk ini sudah tertulis nama – nama kalian di secarik kertas. Ini yang akan menetukan kalian sekelompok dengan siapa” jelas Pak Doni.
“Kelompok pertama adalah.. Acha dan  Rio.”
“kelompok dua adalah Zahra dan Ray.”
“Kelompok ketiga adalah Alyssia dan Ozy.”
“Kelompok empat adalah Agni dan Riko.”
“Kelompok lima adalah Keke dan Deva.”
“Kelompok enam adalah Angel dan Dayat.”
“Kelompok tujuh adalah Sivia dan Gabriel.”
“Lumayanlah..” ujar Sivia
Skip>>>
“Kelompok 13 adalah Shilla dan Daud.”
“WHATT??” ujar Shilla tak percaya.
Hahaha...Mampus loe Shill, pikirku.
“Kelompok 14 adalah *urname* dan Cakka.”
“WHAT??” gumamku.
“Dan yang terakhir adalah Zevana dan Alvin.”
“Fuh, syukur aja gue sama si kodok itu,” ucap Zeva dan menghela nafas panjang.
“Kodok? Maksud loe Mr. Per.. eh, Alvin?” tanyaku. Zeva mengangguk.
“Kok dia bisa di panggil kodok?”
“Soalnya dia pernah mainin peran jadi pangeran kodok. Lucu deh”
“Oh”
Dari kejauhan aku melihat Shilla yang menatapku tajam. Sepertinya dia marah padaku. Tak lama Cakka datang menghampirinya. Melihatnya membuatku senyum – senyum sendiri. Wajarkan? Walaupun aku masih sakit hati dengan perkataannya.
>>>>>>>> 
Just Dreaming (chapter 3)
Semua anak kini mengitari api unggun sambil sesekali mengelus lengan masing – masing. Aku menjulurkan kedua tanganku mendekat api unggun. Tanganku terasa sedikit agak dingin akibat efek deg – deganku. Ini mungkin satu dari sekian banyak kebiasaanku yang tak bisa aku hindari. Saat inilah adalah hal pertama bagiku untuk bisa jalan BERDUA dengan Cakka. Tapi.. bagaimana jika nanti aku tak sengaja memegang tangannya? Bisa dapat jitak dari dia. Tak lupa, juga dari Shilla. 
“Anak – anak, ayo segera berkumpul!” perintah Pak Doni dengan menggunakan toak kesayangannya setiap dia memanggil kami.
Kami segara membentuk barisan.
“Sekarang tiba saatnya untuk melaksanakan jurit malam, Setiap regu akan di berikan satu buah peta dan satu buah senter,” ucap Pak Doni. Terdengar beberapa sorakan protes dari kami.
“Harap tenang!” perintahnya, “Kita mulai dari kelompok satu Acha dan Rio, silahkan maju kedepan.” Peritah Pak Doni.
Keduanya tampak saling malu – malu gaje. Sangat memuakan melihatnya. Kurang dari 10 menit mereka keluar dan tampak senyam – senyum sendiri. Tambah serem lihat mereka. Kayak orang gila.
Makin banyak aku melihat para peserta keluar dengan wajah aneh. Contahnya saja Agni dan Riko. Riko nangis gaje kayak anak kecil sedangkan Agni cengengesan. Sivia dan Gabriel juga. Sivia layaknya gunung es sedangkan Gabriel kayak berang – berang (?).
“Nah, sekarang harap Shilla dan Daud maju ke depan,” perintah Pak Doni.
“Ciieeee...”
Daud tampak senyum – senyum malu, sedangkan Shilla merasa sangat ilfeel sepertinya. Mendekat ke arah Daud saja ia tidak mau.
Mereka pun melaksanakan apa yang di perintahkan. Andaikan saja Daud itu Cakka, pasti udah digandeng Shilla. Bukan maksud untuk mencari sensasi,tapi dari wajahnya Shilla terlihat amat takut.
Tak sampai 5 menit kemudian Shilla dan Daud keluar dengan tampang aneh *halah, bahasanya*. Shilla keluar sambil teriak – teriak histeris sedangkan Daud tampak pucat dan berkeringat dingin. Aneh banget lihatnya.
Shilla langsung main nyosor meluk Cakka dan sukses dapat sorakan meriah dari anak – anak. Andaikan aja Shilla itu aku, oh my gosh.. bisa mimisan!
“Sekarang giliran *urname* dan Cakka,” ujar Pak Doni.
Aku melihat kearah Cakka dan lalu bangkit dari tempat duduknya. Aku juga mengikutinya.
“Hati – hati di dalam sana banyak.. hantunya,” ujar Pak Doni serius.
Aku menelan ludah. Dari wajahku nampak wajah ketakutan.
“Haha.. tenang saja. Tadi itu bapak hanya bercanda,” tawanya, “di dalam sana ada dua orang penjaga. Ya.. siapa tau saja kalian tersesat,” lanjutnya.
Kemudian Pak Doni memberikan kami 1 buah senter dan peta petunjuk tempat itu. Aku hanya menatap pasrah senter yang ada di tanganku.
Cakka berjalan duluan didepanku. Aku ngekor aja dari belakang. Komentar yang pas buat tempat ini adalah terlalu sepi dan gelap! Suara burung hantu yang entah dari mana asalnya terdengar menyambut kedatangan kami. Aku menyenteri seluruh tempat yang gelap itu. Bulu romaku terasa sedikit merinding.
“Kita ke ke kanan dulu,” perintah Cakka.
Aku mangut – mangut.
“Krreeekkk...”
Upss.. aku tidak sengaja menginjak ranting pohon. Cakka sempat berbalik kearahku.
“Ga sengaja,” ujarku pelan.
Kami melanjutkan perjalanan kami.
“Aaahhh....!!!” teriak Cakka dan segera berlari.
Karena lihat Cakka lari – lari gaje, aku juga ngikut deh sambil teriak – teriak gaje. Takut aja kalo – kalo... mami.... help me!!
“Hosh.. hosh”
Kami berdua terengah – engah setelah berlari cukup jauh.
“Ada.. apaan si.. kka?” tanyaku penasaran.
“Tadi itu... gue lihat...” belum sempat Cakka menyelesaikan kalimatnya, Cakka hampir tumbang.
“Cakka!!” ujarku dan segera memapahnya.
“Loe ga papa?” tanyaku berusaha tetap tenang walaupun dalam hati gue seneneeeeeeengg banget!!
“Gue.. gue gaa papa kok..” jawabnya dan memegangi dadanya.
Secara spontan Cakka memegangi lengan tanganku erat. Aku bisa merasakan lembutnya tangannya. Jantungku berdegup kencang.
Cakka berusaha sekuat mungkin. Ia berusaha berdiri tegak.
“Ayo, kita lanjutin perjalanan kita,” ujarnya.
“Em.. loe yakin ga papa?” tanyaku sedikit ragu.
“Gue ga mau ini bisa menunda perjalanan kita,” jawabnya dan tersenyum.
Dari situ aku baru pertama kali melihat senyum Cakka yang sangat manis dan tulus.
Akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan kami.
“Pertama – tama kita harus kearah kanan,” perintah Cakka.
Aku mangut. Cakka terlihat sangat dewasa. Aw.. makin gue ga bisa lupakan dia.
“Hati – hati, banyak becek,” ujar Cakka.
‘Yaelah Cakka.. ada becek aja lo sampai peringati gue.’ Batinku.
Cakka melompati genangan lumpur yang cukup besar. Ia lalu mengulurkan tangannya ke arahku untuk membantuku melompati genangan lumpur itu.
“Ayo. Kok malah bengong?” tanya Cakka dan membuyarkan keraguanku.
“E.. em..” kataku salting.
Dengan ragu, aku mulai meNYENTUH tangan Cakka. Tangannya 3x lebih halus dari padaku membuatku semakin malu. Aku melompati genangan itu sambil menunduk. Nggak kuat natap matanya coyy..
Cakka berjalan di depanku. Sementara aku sedikit *nggak deng, banyak* jingkrak – jingkrak di belakangnya. Tak sengaja Cakka melirik ke belakang dan melihatku melakukan adekan konyol itu. Aku melihat Cakka sempat tertawa sedikit dan ia tahan, sementara gue?? Urat malu putus! Hah! Malu gila! Untuk mencairkan suasana, gue sengaja nyengir aja. Kami pun melanjutkan rute kami.
“Aaaahhh..!!!!” teriakku begitu melihat sesosok bayangan putih melewati kami.
“Tenang.. ga ada siapa – siapa kok. Ga usah parno gitu deh.” Ujar Cakka.
Kalimat terakhirnya cukup menyinggungku. Sikapnya yang tadi lembut, jadi sedikit agak kasar.
“I.. iya..” balasku sedikit kikuk.
Cakka berdehem.  Ni anak napa lagi, kagak ngarti gue dengan apa yang dia maksud. Ia memberi kode  ke arah tangannya.  Oh My Bieber! Gue ga sengaja genggam tangannya! Hah.. malu lagi deh gue -_-
“Sorry Cak, gue nggak sengaja,” gue segera melepaskan genggamanku.
 Perjalanan kamipun di lanjutkan.
>>>>>>> 
Just Dreaming (chapter 4)
Hari ini hari sabtu, hari dimana para peserta camp dapat melakukan kegiatan bebas dari pagi hingga jam 3 sore.
Aku memilih duduk – duduk di depan tenda. Via sedang disuruh memasak air sedangkan Zeva sudah hilang entah kemana. Emang aneh tuh anak. Lama –lama gue JB. Jadi Bosen. Akhirnya aku jalan – jalan sebenntar ke danau yang tak jauh dari camp. Aku duduk di tepi danau dan melempar beberapa kerikil kecil ke dalam danau.
“Sendiri neng?”
Aku menoleh.
Eh Rio. Gue kirain siapa” kataku. Rio lalu duduk di sampingku.
“Sendirian aja?” tanyanya.
“Iya. Teman – teman gue pada sibuk sendiri. Loe ndiri?”
“Sama.”
“Hei, loe anak yang waktu itu kan?” tanya seseorang dan duduk di sampingku.
“Eh, iya. Kalo ga salah nama loe Alvin kan?” jawab dan tanyaku.
Alvin mengangguk, “Teman –teman loe mana?”
“Pada sibuk semua. Loe?”
“Gue juga”
Sekarang posisi gue ga nyaman banget. Di kanan kiri gue ada cowo ganteng. Seneng sih, tapi beban mentalnya yang berat! Gue juga ga tau harus mulai dari Alvin, atau Rio? Huuaaa... bingung!
“Hei *urname*.” Sapa Zevana.fiuh.. syukur ada teman.
Zeva kini melirik ke arah 2 orang yang duduk disampingku.
“Eciiee...pangeran kodok mau PDKT nih ceritanya sama *urname*?” goda Zeva.
“Apaan sih lo?” ucap Alvin dingin.
“Ato mungkin lo mencoba buat lupain man..”
“CUKUP!” tegas Alvin sebelum Zeva menyelesaikan ucapannya.
Zeva cukup kaget dengan sikap Alvin. Alvin bangkit berdiri dari tempat duduknya dan segera pergi. Tak lupa dia memberikan tatapan dingin kepada Zeva.
“Kenapa sih dia?” tanya Zeva jangkel. Aku mengangkat bahu.
Zeva  lalu pergi dan mungkin dengan perasaan jengkel.
“Cowo tadi itu siapa?” tanya Rio.
“Alvin,” jawabku.
“Siapa loe?”
“Teman gue lah.. masa babu gue?”
“Ow.. kirain..”
***
“Semuanya... sekarang saatnya makan. Ayo berkumpul!” perintah Pak Doni.
Semua peserta camp berkumpul dan duduk membentuk suatu lingkaran mengelilingi api unggun. 3 orang cewek membagikan kami sebuah mangkuk.
“Kali ini makanan akan di sediakan oleh panitia camp,” kata Pak Doni.
Seorang wanita yang lebih tua dari pada Pak Doni membagikan kami mie ayam.
“Iuww... gue ga mau makan makanan yang nggak selevel dengan gue!” ujar Shilla.
“Sombong amat tuh anak,” Bisik Zeva.
Cakka menyiku Shilla pelan, ‘’loe nggak boleh gitu Shil.”
“Biarin! Aku emang ga suka makan yang kayak gini,” balas Shilla.
“Oh.. gue tau. Lo suka makan makanan kampung kayak gini kan? Ya udah nikmatin aja tuh!”
“Ckckck... nona Shilla, tolong jangan merendahkan makanan ini. Hargailah. Kamu tuh seharusnya bersyukur bisa makan hari ini,” nasihat Pak Doni.
“Masa bodo. Yank ga usah makan ah. Temanin aku,” pinta Shilla pada Cakka.
“Ga ah. Gue laper,” ujar Cakka dan menyantap mie ayam-nya.
Shilla cemberut. Ia lalu pergi entah kemana. Aku tersenyum melihat Cakka ku. Wait.. apa gue nggak salah lihat? Cakka tersenyum ke arah gue! Mata gue rabun nih. Jangan geer, oke? Setelah di lihat baik – baik, Cakka sepertinya ga tersenyum sama gue deh. Aku melirikke arah samping kiriku, Zeva sedang asik makan, dan sepertinya senyuman manis itu bukan untuk Zeva. Di samping kanan Sivia, ia melirik ke arah depan dan... cuek? Aku meliha reaksi Cakka yang berubah menjadi sedih. Oh My Gosh! Apa jangan – jangan...
***
Malam pun tiba. Semua sudah tidur, terkecuali aku. Tentu saja masih ke bayang hal tadi. Yah... harus ku akui, Sivia itu cantik, manis, pintar, semua cowok pasti bisa ke sem – sem sama dia kecuali kalo cowok itu gay. Aku memutuskan untuk duduk – duduk di luar tenda.
Di luar sangat sepi, hanya ada gue di sini. Sendirian. Gue benci banget!
“*urname*, seharusnya loe tuh ngaca! Loe jangan terlalu geer jadi orang. Loe di banding dengan Sivia ga ada apa – apanya! Sivia tuh cantik, baik, manis, pintar... elo? Cuma orang bego dengan muka pas – pasan. Jangan kebanyakan mimpi lo!” ujarku sendirian.
“Gue punya kaca. Loe mau nggak gue pinjemin?”
Aku menoleh.
“Eh, ada Alvin toh..” kataku salting. Alvin kemudian duduk di sampingku.
“Kenapa loe? Loe cemburu sama Sivia?” tanya Alvin.
Gue ga jawab. Gengsi.
“Sorry kalo gue sotoy dan ikut campur masalah loe,”lanjut Alvin.
“Em... ga papa kok. Iya.. gue lebih tepatnya sangat iri sama Sivia..” balasku datar.
“Kenapa?”
“Lo ga lihat apa? Sivia tuh cantik, putih, baik, manis, pinter lah gue? Ga ada menariknya sama sekali. Gue serasa penuh dengan kekurangan.”
Alvin tertawa kecil, “Asal loe tau *urname* kelebihan loe adalah kekurangan Sivia,” kata Alvin.
“Tapi kekurangan Sivia apa coba? Lagian, gue ga punya bakat sama sekali.”
“Nobody perfect in this world, isn’t it? Ga ada manusia di dunia ini ga punya kelebihan. Loenya aja yang mungkin belum tau kelebihan apa yang loe punya,” jelas Alvin.
Aku tak bisa membalas ucapan Alvin barusan. Semua yang dia katakan emang benar. Pemikirannya kali ini sangat dewasa. Maybe, gue terkesima.
“Gimana? Terkesima ye dengan ucapan gue?” goda Alvin.
Lagi – lagi gue cuma diam. Tau dari mana dia?
“Hehe... kata – kata tadi bukan dari gue sendiri, tapi copas dari orang – orang,” Alvin mengakui.
“Yee... gue kirain,” tanggapku.
“Masuk yuk. Di sini udah banyak nyamuk yang berkeliaran *halah bahasanya*.” Ajak Alvin.
Aku mengganguk. Kami berdua memasuki tenda kami masing – masing.
“Alvin...” ucap Sivia lirih.
***
Pagi – pagi sekali kami sudah di bangunkan oleh suara Pak Doni lewat toak kesayangannya.
“Apadeh pagi – pagi gini udah di suruh bangun?” ucap Zevana dan menguap.
“Tauk! Ga penting banget,” tambah Sivia.
Sementara itu, gue ke danau untuk mencuci muka.
“Airnya dingin banget!” komentarku setelah membasuh mukaku dengan air.
 Saking gue mengantuknya, hampir saja gue terpeleset ke dalam danau. Untung saja ada seseorang dengan sigap menarikku.
‘Cakka? Handsome boy,’ ucapku dalam hati.
Jarak kami berdua sangat dekat. Mungkin hanya 8 cm saja. Cakka memandang gue dalam bangat dan sangat sukses buat gue mati kutu di tempat. Gue harap ini Cuma mimpi, eh, jangan deng, kalo ini mimpi bagus banget! Tak lama kemudian Cakka melepaskan genggamannya.
“Loe ga papa kan?” tanya Cakka cepat – cepat untuk mencairkan suasana.
“Em, iya. Ga papa. Thank’s ya udah tolongin gue,” jawabku sambil nunduk saking malu dan saltingnya.
Cakka cepat – cepat pergi dari tempat itu. Mungkun takut di lihatin orang kalo dia lagi bareng gue. Apalagi kalo ketahuan sama Shilla, bukan hanya Cakka yang di gorok, gue lebih – lebih.
Aku juga mengikuti Cakka dan nimbrung ngobrol bersama Sivia dan Zeva.
“Lama amat loe cuci mukanya, loe sekalian cupir ye?” Zeva langsung menyerbuku dengan pertanyaan.
“Gue tadi tuh hampir terpeleset tau!”
“Terus gimana?” tanya Sivia.
“Untung aje gue nggak ga jadi jatuh beneran ke danau.”
“Yahh, kenapa ga jatuh aja sekalian. Tanggung tuh,” ujar Zeva.
“Sompret lo.”
“Baik anak – anak, kita akan melaksanakan kegiatan kita pada hari ini yaitu...”

Selasa, 19 April 2011

Rancangan S,

"Ehm.."
Semua serempak berbalik ke
sumber suara.
"Kam bikin apa di sini? Buat aura
negatif saja di z punya kamar"
ujar Cindy.
"We, perem, coe dari saja?" tanya
Nency.
"Biasa, hari ini z punya fans udah
ngebet banget pengen ketemu z,
jadi karna z tuh baik makanya z
jumpa fans," jawab Cindy asal.
"Alah, emang coe punya fans?
Paling - paling cuma tukang tagih
- tagih hutang yg kejar - kejar
coe," cerocos Uwis.
"Ye, sembarang coe," Cindy tak
sengaja melirik Inggrid yang
berbaring di atas ranjangnya.
"Gi-git!! Turun kao. Jangan
sampai coe ngences lagi" usir
Cindy.
Dengan malas Cindy turun dari
ranjang Cindy.
"Eh guys, tadi z dengar - dengar
dari Monika kalo besok malam
bakal di adakan jurit malam di
sekolah. Tong ikut kah?" Stella
memberitahukan apa yang di
dengarnya tadi di sekolah.
"Ah, macam coe berani ikut kah?"
kata Dian.
"Iyo. Penakut bokar baru,"
tambah Nency.
"Coe juga moh," Stella membela
diri.
"Kayaknya seru tuh. Jalan, tong
ikut kah?" ajak Manter.
"Iyo, begini coe dapat ikut dari
kuntilanak baru bilang sulap eh"
kata Fiertho.
"Z macam malas kah," ujar
Inggrid.
"Coe ikut sudah moh," tawar
Dyandra.
"Kalo coe Cindy?" tanya Inggrid.
"Sabar dulu. Tong kemana dulu
kah, macam di sini sesak sekali
kah," ajak Cindy.
Mereka pun lalu beralih ke rumah
Dyandra.
"Jadi?" kata Stella membuka
percakapan.
"Jadi apaan? Tong sate
Vinencya?" tanya Inggrid.
"Sate z tuh, kam tega sekali" kata
Nency.
"Bukan coe. Tapi kucingnya
Cindy," Inggrid memberi
penjelasan.
"Kalo coe berani nih, z santet coe
tra bisa boker 10 hari nanti."
ucap Cindy.
"Jieh, z tanya, besok tong jadi
ikut jurit malam kah tidak?" tanya
Stella sambil memukul pundak
Fiertho yang duduk tepat di
sampingnya.
"Tra main pukul bisa toh?" kata
Fiertho jengkel.
"Kalo z lihat nanti keadaan saja,
biarlah arus yang membawa z"
ujar Inggrid.
"Hanyut dong lo bu ke bawa
arus" kata Uwis.
"Bukan maksudnya gitu juga
pak."
"Kam ikutkah, biar ada kegiatan
yang bisa tong lakukan bersama"
rayu Stella.
Cindy berfikir sejenak, "Btw,
Kharin mana eh?" tanya Cindy.
"Dia ada pulang. Mo keramas,"
jawab Fiertho.
"Siang-siang begini? Mau
kemana jadi?"
"Ah tra, tadi ada kecoa yang
terbang terus hinggap di dia
punya rambut." Dian lalu
menceritakan kejadian yang
mereka alami tadi.
"Ya ampun. Sampe segitunya.
Baru Dyandra mana ini? Yang
punya rumah hilang lagi."
"Tau. Di dapur kali" jawab
Inggrid.
Cindy berdiri dari tempat
duduknya. Ia berjalan menuju
dapur. Ternyata benar, Dyandra
sedang berada di sana.
'Z mesti selidiki ini apaan' batin
Dyandra sambil memegang
'barang' yang diambilnya saat
berada di kamar Cindy.
"DOR..." Cindy menepuk bahu
Dyandra sehingga membuatnya
kaget.
Dyandra secara tidak sengaja
melepaskan 'barang' itu dari
genggaman tangannya.
"Apaan tuh?" tanya Cindy ketika
mendengar suatu bunyi sebuah
benda terjatuh.
"Bu.. Bukan apa - apa kok," jawab
Dyandra dan segera menunduk
meraba - raba lantai daerah
sekitar dia berpijak.
'Mana lagi tuh benda' batin
Dyandra.
Jari Dyandra menyentuh sesuatu
yang padat dan sedikit lunak.
'kok jadi lunak gini sih?' pikir
Dyandra dalam hati.
Dyandra mengambil benda itu.
"Ci.. Ci... Cicak?!!" teriak Dyandra
histeris begitu mengetahui
bahwa benda yang dia ambil
adalah cicak.
Cicak yang Dyandra pegang ia
segera buang malah mengenai
kaki Cindy.
"HUAA!!" teriak Cindy nyaring
membuat SF mendengar
suaranya.
"Eh, itu bukanya suaranya Cindy
ya?" tanya Uwis mestikan.
"Kayaknya deh. Tong coba cek
mereka dulu." kata Inggrid.
Mereka segera capcus ke dapur.
Saat tiba di sana, Cindy juga
tengah menghempaskan kakinya
agar cicak itu terlempar.
"Kenapa we?" tanya Manter.
Cicak itu terlempar ke muka
Fiertho. Fiertho dengan cepat
mengambil cicak itu dan malah
melemparnya ke Uwis. Uwis
berhasil menghindar dan malah
menyenggol nampan berisi 9 es
jeruk dan akhirnya tumpah.
"Uwis!!" teriak Dyandra.
***
Malam harinya Inggrid berjalan
sendiri di pinggiran kota setelah
capek berkeliling - keliling
mencari pernak pernik untuk
mading di SMP West.
Setelah meneguk habis minuman
kalengnya, ia melempar kaleng
bekasnya itu dengan masa
bodoh ke belakangnya.
"Aduh..." rintih seseorang.
Inggrid spontan menoleh ke
belakang setelah mendengar
suara itu.
"Eh, om, maaf" ujar Inggrid
sambil menghampirinya.
"Om, om, kamu kira saya om
kamu apa? Saya juga masih
muda tau." kata orang itu sewot.
Di tempat itu penerangannya
memang kurang sehingga
membuat Inggrid susah untuk
melihat wajah orang itu dengan
jelas. Setelah Inggrid perhatikan
baik - baik, ternyata dia adalah
seorang cowok yang masih
muda dan ganteng.
"Maksudnya kak. Maaf ya kak,"
kata Inggrid dengan perasaan
sedikit bersalah.
"Ya sudah. Ni sampah kamu.
Jangan buang sembarangan ya,"
ujarnya dan menyerahkan kaleng
bekas yang tadi di lempar
Inggrid ke Inggrid.
"Cakep juga." gumam Inggrid.
***
Keesokan harinya di kelas 8a...
"Dian! Jangan lupa tulis namaku
eh," ujar Oka.
"Dian, z juga," kata Nanda.
Semua siswa siswi kelas 8a ribut
dengan jurit malam yang akan di
adakan nanti malam.
"Kasihan ya Dian, kayaknya ribet
amat jadi dia," komentar Kharin
di sela - sela kesibukan Dian.
"Sebagai teman yang baik, kita
hanya bisa lihat dia saja" kata
Nency.
"Bantuin dong," Inggrid
membetulkan perkataan Nency
barusan.
"Selamat pagi anak - anak," sapa
Bu Helga, guru matematika
sekaligus wali kelas mereka.
Semua anak yang tadinya sibuk
mendaftar buat jadi peserta jurit
malam di Dian langsung ngacir
ke tempat duduk mereka masing
- masing.
"Pelajaran apa kalian sekarang?"
tanya Bu Helga.
"Bahasa Inggris, Bu" jawab
mereka serempak.
"Oke, Ibu minta waktunya
sebentar. Ibu mau tanya sama
kalian, kenapa nilai matematika
kalian bisa jeblok semua?" tanya
Bu Helga.
Semua anak hanya bisa diam.
Mereka tidak tau harus
menjawab apa.
"Ibu sekarang mau buat
peraturan baru di kelas ini
supaya nilai kalian tidak anjlok
lagi," kata Bu Helga.
Ia menarik nafas panjang, seperti
berat untuk mengatakannya,
"Kalian harus pacaran satu
kelas!"
"WHAT???!??!!" Semua siswa -
siswi kelas 8a nampaknya tidak
menerima peraturan baru ini.
"Bu, ga bisa gitu dong" kata
Dyandra.
"Iya bu. Lagian manfaatnya apa
coba bu?" ucap Kharin.
"Ibu sudah berpengalaman
tentang hal ini. Lagian, tujuannya
itu kalo nilai kalian jelek, kan
malu sama pacar, masa nilainya
jelek. Sudah begitu selama kalian
itu pacaran, malmingnya itu ga
kemana - mana, tapi pantau
pacar kalian belajar atau tidak.
Kalian juga bisa pergi bareng
untuk belajar bersama," jelas Bu
Helga.
"Hadoh, badan loyo ya" keluh
Cindy.
"Bu, kalo misalnya udah punya
pacar di luar kelas?" tanya Bety
ragu.
"Emangnya kamu sudah punya
pacar Bety?" goda Bu Helga,
"Kalian diam - diam saja. Ini cuma
rahasia kelas kita," lanjut Bu
Helga.
"Bu, tapi yang cewek lebih
banyak dari pada yang cowok"
kata Oka.
"Nanti ga semua yang pacaran.
Hanya yang cowok saja." balas
Bu Helga.
"Yes!" gumam beberapa anak
cewek *dalam situasi ini ga ada
alpius, yefinus dan paul*.
Anak - anak cowok banyak
berkeluh kesah sana sini karena
merasa tidak adil.
"Itu saja ya Ibu sampaikan. Bye-
bye. Pokoknya ga ada yang boleh
protes. Masalah loe..."
"Derita loe" sembelum Bu Helga
menyelesaikan kalimatnya, siswa
- siswi kelas 8a telah
menyelesaikan kalimatnya.
"Jie.. Masa tuh mesti pacaran satu
kelas? Ga adil sekali," kata Uwis
jengkel.
"Jadi coe mau sama titt *maaf,
sensor. Biarlah anda sekalian
yang menentukan.*" kata Cindy.
Uwis memasang muka jengkel
pada Cindy.
"Peace Uwis," ucap Cindy sambil
tersenyum.
"Yang jelas z tra mau cup" kata
Nency.
"Macam ada yang mau sama coe
kah?" kata Fiertho.
"Macam coe juga ada yang mau
kah?" balas Nency. *Lah itu, si Ira
mau kok. Hehe*.
"Se, kam dua stop sudah. Sama -
sama mau moe" Kharin
menengahi.
"Ji, tidak eh. Tra lepel" ucap
Nency.
"Yaiyalah, kan cintanya Nency
cuma buat Diman seorang." kata
Stella.
SF asik berbincang - bincang
sambil sesekali tertawa layaknya
orang gila *z tidak termasuk
cup :P*
'Dia mau ga ya jadi pacarku?'
batin seseorang.
'Aku harap dia mau nembak aku'
kata seseorang dalam hati.
'Kayaknya seru nih, pacaran satu
kelas. Bisa aku manfaatkan' batin
seseorang sambil tersenyum
sinis.
***
Udahan dulu ye. Gimana? Ga ada
yang dapat bagian yang buruk
kan? Part selanjutnya tunggu aja
dan berdoa supaya penulis
berbaik hati men-post-nya cepat.
Saran dan kritiknya di tunggu
ya ;)
_CinCon_ *CindyChan* ~Tomat~
>Bieber< -shawty-

Senin, 18 April 2011

2

***
Keesokan harinya di kelas 8a...
"Dian! Jangan lupa tulis namaku eh," ujar Oka.
"Dian, z juga," kata Nanda.
Semua siswa siswi kelas 8a ribut dengan jurit malam yang akan di adakan nanti malam.
"Kasihan ya Dian, kayaknya ribet amat jadi dia," komentar Kharin di sela - sela kesibukan Dian.
"Sebagai teman yang baik, kita hanya bisa lihat dia saja" kata Nency.
"Bantuin dong," Inggrid membetulkan perkataan Nency barusan.
"Selamat pagi anak - anak," sapa Bu Helga, guru matematika sekaligus wali kelas mereka.
Semua anak yang tadinya sibuk mendaftar buat jadi peserta jurit malam di Dian langsung ngacir ke tempat duduk mereka masing - masing.
"Pelajaran apa kalian sekarang?" tanya Bu Helga.
"Bahasa Inggris, Bu" jawab mereka serempak.
"Oke, Ibu minta waktunya sebentar. Ibu mau tanya sama kalian, kenapa nilai matematika kalian bisa jeblok semua?" tanya Bu Helga.
Semua anak hanya bisa diam. Mereka tidak tau harus menjawab apa.
"Ibu sekarang mau buat peraturan baru di kelas ini supaya nilai kalian tidak anjlok lagi," kata Bu Helga.
Ia menarik nafas panjang, seperti berat untuk mengatakannya, "Kalian harus pacaran satu kelas!"
"WHAT???!??!!" Semua siswa - siswi kelas 8a nampaknya tidak menerima peraturan baru ini.
"Bu, ga bisa gitu dong" kata Dyandra.
"Iya bu. Lagian manfaatnya apa coba bu?" ucap Kharin.
"Ibu sudah berpengalaman tentang hal ini. Lagian, tujuannya itu kalo nilai kalian jelek, kan malu sama pacar, masa nilainya jelek. Sudah begitu selama kalian itu pacaran, malmingnya itu ga kemana - mana, tapi pantau pacar kalian belajar atau tidak. Kalian juga bisa pergi bareng untuk belajar bersama," jelas Bu Helga.
"Hadoh, badan loyo ya" keluh Cindy.
"Bu, kalo misalnya udah punya pacar di luar kelas?" tanya Bety ragu.
"Emangnya kamu sudah punya pacar Bety?" goda Bu Helga, "Kalian diam - diam saja. Ini cuma rahasia kelas kita," lanjut Bu Helga.
"Bu, tapi yang cewek lebih banyak dari pada yang cowok" kata Oka.
"Nanti ga semua yang pacaran. Hanya yang cowok saja." balas Bu Helga.
"Yes!" gumam beberapa anak cewek *dalam situasi ini ga ada alpius, yefinus dan paul*.
Anak - anak cowok banyak berkeluh kesah sana sini karena merasa tidak adil.
"Itu saja ya Ibu sampaikan. Bye-bye. Pokoknya ga ada yang boleh protes. Masalah loe..."
"Derita loe" sembelum Bu Helga menyelesaikan kalimatnya, siswa - siswi kelas 8a telah menyelesaikan kalimatnya.
"Jie.. Masa tuh mesti pacaran satu kelas? Ga adil sekali," kata Uwis jengkel.
"Jadi coe mau sama titt *maaf, sensor. Biarlah anda sekalian yang menentukan.*" kata Cindy.
Uwis memasang muka jengkel pada Cindy.
"Peace Uwis," ucap Cindy sambil tersenyum.
"Yang jelas z tra mau cup" kata Nency.
"Macam ada yang mau sama coe kah?" kata Fiertho.
"Macam coe juga ada yang mau kah?" balas Nency. *Lah itu, si Ira mau kok. Hehe*.
"Se, kam dua stop sudah. Sama - sama mau moe" Kharin menengahi.
"Ji, tidak eh. Tra lepel" ucap Nency.
"Yaiyalah, kan cintanya Nency cuma buat Diman seorang." kata Stella.
SF asik berbincang - bincang sambil sesekali tertawa layaknya orang gila *z tidak termasuk cup :P*
'Dia mau ga ya jadi pacarku?' batin seseorang.
'Aku harap dia mau nembak aku' kata seseorang dalam hati.
'Kayaknya seru nih, pacaran satu kelas. Bisa aku manfaatkan' batin seseorang sambil tersenyum sinis.
***
Udahan dulu ye. Gimana? Ga ada yang dapat bagian yang buruk kan? Part selanjutnya tunggu aja dan berdoa supaya penulis berbaik hati men-post-nya cepat. Saran dan kritiknya di tunggu ya ;)
_CinCon_ *CindyChan* ~Tomat~ >Bieber< -shawty-

Soul Friend's

"Ehm.."
Semua serempak berbalik ke sumber suara.
"Kam bikin apa di sini? Buat aura negatif saja di z punya kamar" ujar Cindy.
"We, perem, coe dari saja?" tanya Nency.
"Biasa, hari ini z punya fans udah ngebet banget pengen ketemu z, jadi karna z tuh baik makanya z jumpa fans," jawab Cindy asal.
"Alah, emang coe punya fans? Paling - paling cuma tukang tagih - tagih hutang yg kejar - kejar coe," cerocos Uwis.
"Ye, sembarang coe," Cindy tak sengaja melirik Inggrid yang berbaring di atas ranjangnya.
"Gi-git!! Turun kao. Jangan sampai coe ngences lagi" usir Cindy.
Dengan malas Cindy turun dari ranjang Cindy.
"Eh guys, tadi z dengar - dengar dari Monika kalo besok malam bakal di adakan jurit malam di sekolah. Tong ikut kah?" Stella memberitahukan apa yang di dengarnya tadi di sekolah.
"Ah, macam coe berani ikut kah?" kata Dian.
"Iyo. Penakut bokar baru," tambah Nency.
"Coe juga moh," Stella membela diri.
"Kayaknya seru tuh. Jalan, tong ikut kah?" ajak Manter.
"Iyo, begini coe dapat ikut dari kuntilanak baru bilang sulap eh" kata Fiertho.
"Z macam malas kah," ujar Inggrid.
"Coe ikut sudah moh," tawar Dyandra.
"Kalo coe Cindy?" tanya Inggrid.
"Sabar dulu. Tong kemana dulu kah, macam di sini sesak sekali kah," ajak Cindy.
Mereka pun lalu beralih ke rumah Dyandra.
"Jadi?" kata Stella membuka percakapan.
"Jadi apaan? Tong sate Vinencya?" tanya Inggrid.
"Sate z tuh, kam tega sekali" kata Nency.
"Bukan coe. Tapi kucingnya Cindy," Inggrid memberi penjelasan.
"Kalo coe berani nih, z santet coe tra bisa boker 10 hari nanti." ucap Cindy.
"Jieh, z tanya, besok tong jadi ikut jurit malam kah tidak?" tanya Stella sambil memukul pundak Fiertho yang duduk tepat di sampingnya.
"Tra main pukul bisa toh?" kata Fiertho jengkel.
"Kalo z lihat nanti keadaan saja, biarlah arus yang membawa z" ujar Inggrid.
"Hanyut dong lo bu ke bawa arus" kata Uwis.
"Bukan maksudnya gitu juga pak."
"Kam ikutkah, biar ada kegiatan yang bisa tong lakukan bersama" rayu Stella.
Cindy berfikir sejenak, "Btw, Kharin mana eh?" tanya Cindy.
"Dia ada pulang. Mo keramas," jawab Fiertho.
"Siang-siang begini? Mau kemana jadi?"
"Ah tra, tadi ada kecoa yang terbang terus hinggap di dia punya rambut." Dian lalu menceritakan kejadian yang mereka alami tadi.
"Ya ampun. Sampe segitunya. Baru Dyandra mana ini? Yang punya rumah hilang lagi."
"Tau. Di dapur kali" jawab Inggrid.
Cindy berdiri dari tempat duduknya. Ia berjalan menuju dapur. Ternyata benar, Dyandra sedang berada di sana.
'Z mesti selidiki ini apaan' batin Dyandra sambil memegang 'barang' yang diambilnya saat berada di kamar Cindy.
"DOR..." Cindy menepuk bahu Dyandra sehingga membuatnya kaget.
Dyandra secara tidak sengaja melepaskan 'barang' itu dari genggaman tangannya.
"Apaan tuh?" tanya Cindy ketika mendengar suatu bunyi sebuah benda terjatuh.
"Bu.. Bukan apa - apa kok," jawab Dyandra dan segera menunduk meraba - raba lantai daerah sekitar dia berpijak.
'Mana lagi tuh benda' batin Dyandra.
Jari Dyandra menyentuh sesuatu yang padat dan sedikit lunak.
'kok jadi lunak gini sih?' pikir Dyandra dalam hati.
Dyandra mengambil benda itu.
"Ci.. Ci... Cicak?!!" teriak Dyandra histeris begitu mengetahui bahwa benda yang dia ambil adalah cicak.
Cicak yang Dyandra pegang ia segera buang malah mengenai kaki Cindy.
"HUAA!!" teriak Cindy nyaring membuat SF mendengar suaranya.
"Eh, itu bukanya suaranya Cindy ya?" tanya Uwis mestikan.
"Kayaknya deh. Tong coba cek mereka dulu." kata Inggrid.
Mereka segera capcus ke dapur. Saat tiba di sana, Cindy juga tengah menghempaskan kakinya agar cicak itu terlempar.
"Kenapa we?" tanya Manter.
Cicak itu terlempar ke muka Fiertho. Fiertho dengan cepat mengambil cicak itu dan malah melemparnya ke Uwis. Uwis berhasil menghindar dan malah menyenggol nampan berisi 9 es jeruk dan akhirnya tumpah.
"Uwis!!" teriak Dyandra.
***
Malam harinya Inggrid berjalan sendiri di pinggiran kota setelah capek berkeliling - keliling mencari pernak pernik untuk mading di SMP West.
Setelah meneguk habis minuman kalengnya, ia melempar kaleng bekasnya itu dengan masa bodoh ke belakangnya.
"Aduh..." rintih seseorang.
Inggrid spontan menoleh ke belakang setelah mendengar suara itu.
"Eh, om, maaf" ujar Inggrid sambil menghampirinya.
"Om, om, kamu kira saya om kamu apa? Saya juga masih muda tau." kata orang itu sewot.
Di tempat itu penerangannya memang kurang sehingga membuat Inggrid susah untuk melihat wajah orang itu dengan jelas. Setelah Inggrid perhatikan baik - baik, ternyata dia adalah seorang cowok yang masih muda dan ganteng.
"Maksudnya kak. Maaf ya kak," kata Inggrid dengan perasaan sedikit bersalah.
"Ya sudah. Ni sampah kamu. Jangan buang sembarangan ya," ujarnya dan menyerahkan kaleng bekas yang tadi di lempar Inggrid ke Inggrid.
"Cakep juga." gumam Inggrid.