Jumat, 22 April 2011

Just Dreaming


Just Dreaming (chapter 1)
Cerita ini aku buat sedikit gaje dari judulnya. Cerita ini mungin aku buat untuk anak- anak ICL Seperti kata Justin Bieber, teruslah bermimpi karena suatu saat nanti mimpimu pasti akan terwujud, jadi terinspirasi buat deh. Cerita ini juga spesial buat teman –teman aku yang lagi menikmati masa liburan *biar ga bete di rumah maksudnya*.  Buat yang baca, cerita ini membutuhkan khayalan yang tinggi. Sorry gaje, jelek, maklumin aja soalnya belum berbakat. So, hope you like it J  cekidoooottt.....
>>>>>>>>>> 
Pagi ini adalah hari terspecial bagiku. Yupz... hari ini aku dapat bertemu dengan idolaku, Cakka Kawekas  Nuraga. Senangnya hatiku bagai mau ketemu Cakka *GUBRRAAAKKK*. Aku mengikuti camping yang juga diikuti oleh Cakka. Kesempatan, buat dekat dengan Cakka. Hahaha... *laugh devil* #rencana jahatmuncul.
Tepat pukul 9 pagi aku pergi ke tempat camping. Sudah banyak remaja seusiaku yang ingin mengikuti camping ini berkumpul. Ini adalah camp dari SMP Global yang terkenal dengan muridnya yang merupakan artis terpopuler saat ini. Jadi tak heran jika banyak yang nengikuti camp ini. Beruntung aku yang bukan siapa – siapa dan tak bersekolah disana bisa ikut camp ini.  Dengan tampang muka orang linglung aku masuk ke dalam camping itu. Wajar saja karena tak ada satu orang pun yang  ku kenal.
“Anak – anak ayo segera berkumpul,” perintah seorang lelaki paruh baya yang merupakan panitia camp ini.
Semua peserta camp lalu menuruti perintah panita tersebut. Kalo aku ikut – ikut aja deh.
“Selamat pagi anak – anak,” ujar cowok itu.
“Selamat pagi pak,” balas kami
“Perkenalkan, nama saya Doni. Kalian dapat memanggill saya dengan panggilan pak Doni,” terang Pak Doni.
Setelah di berikan beberapa materi, pelaksaanaan camp ini lalu di buka. Kami lalu disuruh membuat grup yang terdiri dari 3 orang berhubung yang menikuti camp ini hanya 30 orang. Gue langsung bingung sendiri. Siapa juga yang mau satu kelompok dengan gue? Hadehh -_-
Sementara semuanya sibuk urusin kelompok, gue duduk termenung aja di batu – batu sambil bergumam kecil nyanyi lagu Baby.
BRRUUUKKKKK..............
“Aduuhhh..” gumam seseorang. Rupanya dia kesandung kakiku. Mampus dah gue.
“Loe ga papa kan?” tanyaku dan membantunya berdiri.
“Duuhh, sakit banget nih,” ujarnya sambil memegangi keningnya.
“Duh, sorry banget ya,” kataku lumayan panik.
Cewek itu memandangku. Aku baru bisa melihat wajahnya karena rambutnya yang tebal menutupi wajahnya. Dia mandangku sinis. Wajahnya yang memang mirip Mak Lampir membuatku jadi takut sendiri.
“Heh... Lihat nih, ini gara – gara loe tau ga?!” ujar cewek itu sambil memegang keningnya yang merah membabibuta (?). Spotan aja semua orang di sekitarku jadi mengalihkan perhatian mereka kearahku. Malu geellaa!!
“Ya maaf,” kataku dan menunduk soalnya ga berani natap wajahnya yang menyeramkan itu.
“ Ada apaan sih Shil?” tanya seseorang. Dari suaranya sih cowok. Wait... Cowok? I like it! *gatal mode : tring*
Aku menegadahkan kepalaku untuk melihat orang itu.
“Ini nih say, dia tadi dorong aku sampai aku jatuh. Keningku sakit banget nih,” jawab cewek itu yang sok imut banget. Pengen muntah banget deh dengarnya.
“Eh, loe jangan menfitnah deh” kataku membela diri “jadi, ceritanya ntuh...” kata – kataku terputus melihat cowok itu.
‘Cak... Cak... CAKKA!!!’ batinku.
Aku terdiam seribu bahasa ditempat. Rasanya pengen terbang aja deh #lebeh
Cakka menatapku sinis “Udah sayang, ga usah mikirin orang yang ga selevel dengan kita.”
Shilla menjulurkan lidahnya.
“Cabut yuk,” ajak Cakka dan melangkah pergi diikuti cewek itu.
Hatiku hancur berkeping – keping. Ga nyangka tujuanku yang niatnya untuk bertemu Cakka hancur sudah. Sakit hati banget pas dengar kata – katanya barusan. Rasanya ingin nangis guling – guling di tempat -,-.
“Kamu ga papa  kan?” tanya seseorang dan menepuk pundakku.
“Ga papa  kok” jawabku dan memperhatikan wajahnnya dengan seksama. Dia tampak sangat cantik di bandingkan denganku. Mana kayaknya dia orang kaya lagi.Tambah minder dah -_-.
Dia lalu berjalan dan aku mengikutinya dari belakang, “Yang tadi itu Shilla. Dia memang sifatnya kayak gitu jadi ga usah loe tanggepin” katanya “Dan yang cowok itu Cakka. Dia adalah pacar Shilla”
“Apa?! Pacarnya Shilla??!!” tanyaku yang sangat- sangat tidak percaya.
Cewek itu mengagukkan kepalanya, “Kenapa? Apa jangan loe suka lagi sama Cakka?” terkanyanya.
Aku menundukkan kepalaku. Kalo aku bilang iya entar dia ceramahin lagi.
“Semoga saja tidak,” ujarnya.
Ternyata gue bakal punya banyak penghalang nih buat dapetin Cakka.
“Hey guys,” sapa seorang cewek yang main nyosor aja ke depannya kami.
“Aku boleh satu kelompok dengan kalian kan?” tanya cewek itu.
“Boleh kok,” jawabku. Kebetulan, aku juga belum dapat kelompok.
“Em...Boleh – boleh aja”
“Akhirnya aku dapat kelompok juga. Kenalin, nama aku Zevana” cewek itu memperkenalkannamanya.
“Namaku Sivia”
“Namaku *urname*”
Setelah perkenalan singkat itu, kami di suruh untuk membuat tenda. Susah – susah gampang sih.
“Zeva, gimana sih nih cara pasangnya?” tanyaku yang memang tidak tau cara memasangnya.
Tak sengaja mataku melirik Cakka yang nampaknya juga sedang kesusahan mendirikan tenda. Seulas senyum terasa mengembang di wajahku. Yaaa.. Walaupun perkataannya tadi pagi cukup membuat hatiku tersayat, tapi namanya juga fans, lihat idola kita secara langsung aja udah menggoda iman (?).
“Nape loe? Senyam seyum sendiri. Kesambet loe?” tanya Sivia.
“Siapa juga yang senyam senyum sendiri,” balasku dan mulai mencari kesibukan lain.
Malam harinya....
“*urname* Zeva mana?” tanya Sivia dan ikut duduk di sampingku mengitari api unggun.
“Tau tuh, dari tadi ga nongol – nongol” jawabku.
“Mana lagi tuh anak?” gumam Sivia
“Anak – anak waktu tidur kalian adalah pukul 21.00 dan kalian harus bangun tepat pukul 4” ujar Pak Doni.
Kata – kata itu di sambut dengan gerutu sana – sini. Termasuk juga aku. Gila, pagi amat.
“Pak, apa mesti jam segitu ya bangunnya?” tanya Shilla.
“Iya. Jika ada yang bangun telat, harus mengangkat air dari sungai sebanyak 2 ember!” jawab Pak Doni.
“Hey” sapa seseorang dan menepuk pundakku dan Sivia.
“Zeva? Loe dari mana aja?” tanya Sivia.
“Tadi ada urusan bentar,” jawab Zevana .
Nafas Zevana terengah – engah, Sivia menatap Zevana curiga sementara gue? Manaketehe... yang jelas bingung aja sama mereka. Aneh gitu. Yang jelas gue mesti berjuang bangun pagi. Semangat!!! ;)
>>>>>>>>> 
Just Dreaming (chapter 2)
Keesokan harinya....
“Abang Justin, bantuin aa berdiri dong...”
“Hooaamm...”
Aku terbangun dari tidurkku. Bangunnya di saat ga tepat nih. Nyariisss aja tadi aku mau ciuman sama Justin Bieber. Ckckck...
“Vi.. Vi.. Bangun..” ucapku sambil menepuk – nepuk Sivia.
Aku merasakan disampingku tak ada siapapun “Vi..” panggilku pelan.
Aku menoleh ke belakang. Aku tak melihat siapapun disampingku. Zevana juga tidak ada. Mampus, jam berapa sekarang? Kulirik jam tanganku. Sudah pukul 8 pagi!
“Aahhh..” teriakku dan terbangun.
Ku lihat sekelilingku. Terlihat Sivia dan Zevana tertidur pulas seakan – akan menikmati keindahan pulau mimpi mereka.
“Fuh.. Syukur aja hanya mimpi,” ujarku dan bernafas lega.
Aku memutuskan untuk pergi keluar tenda. Sekedar melihat bintang asyik juga. Perlahan – lahan aku membuka tendaku. Aku duduk di depan tendaku. Ternyata banyak banget bintang yang bertaburan di langit.
“Hey, kamu belum tidur?”
Terdengar suara seseorang menyapaku.
“Em... Belum,” jawabku singkat dan terkesan sedikit canggung.
Cowok itu mendekat.. sepertinya kearah gue sih. Rada ga enak nih. Cowok itu lalu duduk di sampingku dan gue sedikit bergeser dari tempat gue.
“Nama gue Mario.. Tapi loe bisa panggil gue Rio,” ujarnya dan tersenyum manis kearahku. Senyumnya mau bikin gue nge – fly. Hahay... Hehe..
“Em.. Gue *urname*, balasku.
Rio memandang ke langit yang berwarna hitam, namun romantis kalo dilihat bersama Rio. Wkwkwk...
“Bintang yang bagus ya..” ujarku memulai pembicaraan. Walaupun niatku sebenarnya ingin mendengar suaranya. Hehe :D
“Iya..bagus banget,” Tanggapnya.
“Kamu salah satu bintang tamu di camp ini ya?” tanyanya.
“Gue? Haha.. mana mungkin?” jawabku.
“Habisnya kamu cantik sih,” gumam Rio yang masih dapat terdengar olehku.
Aku menoleh kaget padanya. Senang udah pasti. Lagi – lagi gue pengen nge –fly :D.
“Hah?! Mata loe katarak kali. But, thanks atas pujian loe” balasku. Ga boleh terlalu ge-er kan?
Rio tersenyum simpul dan gue bisa lihat kalo dia itu maniiiiiissssss banget kayak gula, kecap, sirup dan.. Cakka L.
“Di bilangin ga percaya,” ujar Rio.
“Haha.. Loe bisa aja,” balasku santai walaupun hati gue pengen CRAZY. Jarang coy gue dipuji,apalagi sama cowok ganteng. Haha.
“Udah malam nih, tidur yuk,” kata Rio dan bangkit berdiri dari tempat duduknya.
***
“TIIDDDDAAAKKK” teriaku di pagi hari.
Mampus gue, hari pertama aja udah telat. Bisa mati pingsan gue dapat hukuman itu. Mana Zeva dan Sivia udah ninggalin gue lagi. Dasar gak setia kawan.
Cepat –cepat aku mandi dan bergegas menuju sungai, tempat kami, para peserta camp bekumpul.
Setibanya disana ga buruk-buruk amat sih. Hanya ada aku dan...seorang cowok cakep, tinggi, dan berwajah oriental.Maybe I  can call him Mr. Perfect.  Gayanya cool abis, setidaknya mengingatkanku pada sesosok cowok yang sangat ku kagumi. Dia adalah Cakka.
“Sayang, aku masih ngantuk nih.”
Aku berbalik dan melihat seorang cowok dan cewek. Yang cewek nampak manja pada si cowok, si cowok hanya memberikan perhatian sayang untuk cewek itu. Mungkin kebahagian cewek itu tak akan pernah aku dapatkan dari cowok itu. Sangat mustahil.
“Shilla cantik.. Kamu ga mau kan hukuman buat kita betambah?” tanya Cakka lembut, membuat Shilla tak ngambek lagi dan malah pamer kemesraan ketika melihatku. Dasar Mak Lampir.
“Iya deh say,” ucap Shilla yang hampir membutku muntah dengan sikapnya yang sok imut itu.
Cakka yang tak sengaja melihatku hanya memandangku sayu. Melihatnya terkadang membuatku mengingat kejadian kemarin. Dasar artis muka dua, katanya baik sama semua orang, tapi mana? KECEWA. Dan...
“Rupanya kalian ya, yang terlambat,” ujar Pak Doni yang tiba – tiba datang.
Semua hanya tertunduk malu.
“Saya akan memenuhi perkataan saya kemarin. Kalian harus mendapat hukuman,”ucapnya. Dan aku yakin dia bersungguh – sungguh dengan kata – katanya.
“ Tapi pak...”
“Tidak ada kata tapi, nona Shilla, karena kamu membantah, hukuman untuk kamu bertambah!” potong Pak Doni sebelum Shilla menyelesaikan kalimatnya.
 Shilla tampak shock.
‘Mampus loe Shil, emang enak? Haha’ ujarku dalam hati.
“Jadi hukuman buat kita apa Pak?”  tanya Mr. Perfect. Ya oloh, dengar suaranya aja udah bikin gue geregetan.
“Kalian harus mengangkat air 2 ember dari sumur dekat tempat ini,” jawab Pak Doni.
“Jauh amat Pak, kenapa ga ambil air dari sungai ini aja Pak?” tanya Cakka.
“Sudah, jangan membantah! Kalian cepat laksanakan hukuman kalian. Kalau sudah, kalian kembali ke tempat camp. Mengerti?”
“Mengerti Pak.”
Pak Doni lalu berjalan melewati kami yang terlihat sangat malas melaksanakan hukuman itu.
“Oh ya Shilla,” ujar Pak Doni dan berbalik kearah kami, “Kamu harus mengambil air sebanyak 3 ember sebagai hukuman karena kamu sudah membantah tadi,” lanjutnya.
Shilla nampak ingin membantah lagi, namun Pak Doni sudah terlanjur berjalan pergi.
***
“Iuuww... sumurnya kotor banget,” ujar Shilla nampak jijik melihat sumur yang dimaksud Pak Doni.
Aku berjalan mendekati mulut sumur. Cukup licin. Aku menegadah kepala ku ke dalam sumur. Ya, bisa di bilang sumur ini sangat dalam dan airnya sangat surut.
“Dalam ya,” ujar seseorang.
Aku menoleh ke samping. Ya ampun, dia adalah Mr. Perfect!!”
“Ya.. sangat dalam,” tanggapku.
Mr.Perfect itu lalu mengambil air melalui katrol yang tampak rapuh. Dengan perlahan dia mengambil air dari dalam sumur itu.
“Cepat ambil air, sembelum loe juga dapat masalah,” ujar cowok itu.
Aku menuruti kata – katanya. Setelah mengambil air, aku mengikutinya. Sementara Shilla terus menggerutu.
***

“Cuapeknyaa..” ujarku dan duduk disampaing Sivia.
“Dari mana loe?”  tanya Sivia.
“Habis angkat air,” jawabku dan mengipas tubuhku dengan tanganku.
“Kok bisa?”
“Itu karena kalian ninggalin gue sendirian,” jawabku sedikit jengkel.
“Ya maap *urname*. Habisnya loe tidur bukan kayak kebo lagi, tapi kayak orang mati!” tanggap Zeva.
“yaelah, sampe segitunya,” balasku.
“Anak – anak ayo berkumpul!” perintah Pak Doni dengan menggunakan toak.
Cepat – cepat aku, Zeva, dan Sivia berlari untuk berkumpul.
“Anak – anak, nanti malam kita akan mengadakan jurit malam secara berpasang – pasangan. Cewek dan cowok. Pasangan itu akan di undi secara acak,” ujar Pak Doni
Kami mulai menggerutu sana – sini dan aku yang paling heboh. Pertama, semua cowok di sini terlihat jutek. Mungkin tidak berlaku untuk Rio karena senyumnya yang menawan. Yang kedua, aku tuh orangnya penakut. Jadi ribet .
Selama kebingunganku merajalela, dari kejauhan aku melihat Mr. Perfect sedang melirik kearahku dan.. tersenyum? Buset,, mimpi apa gue semalam? Tapi tetap, ga boleh PD. Entar kalo jatuhkan sakit.
“Baik, di dalam mangkuk ini sudah tertulis nama – nama kalian di secarik kertas. Ini yang akan menetukan kalian sekelompok dengan siapa” jelas Pak Doni.
“Kelompok pertama adalah.. Acha dan  Rio.”
“kelompok dua adalah Zahra dan Ray.”
“Kelompok ketiga adalah Alyssia dan Ozy.”
“Kelompok empat adalah Agni dan Riko.”
“Kelompok lima adalah Keke dan Deva.”
“Kelompok enam adalah Angel dan Dayat.”
“Kelompok tujuh adalah Sivia dan Gabriel.”
“Lumayanlah..” ujar Sivia
Skip>>>
“Kelompok 13 adalah Shilla dan Daud.”
“WHATT??” ujar Shilla tak percaya.
Hahaha...Mampus loe Shill, pikirku.
“Kelompok 14 adalah *urname* dan Cakka.”
“WHAT??” gumamku.
“Dan yang terakhir adalah Zevana dan Alvin.”
“Fuh, syukur aja gue sama si kodok itu,” ucap Zeva dan menghela nafas panjang.
“Kodok? Maksud loe Mr. Per.. eh, Alvin?” tanyaku. Zeva mengangguk.
“Kok dia bisa di panggil kodok?”
“Soalnya dia pernah mainin peran jadi pangeran kodok. Lucu deh”
“Oh”
Dari kejauhan aku melihat Shilla yang menatapku tajam. Sepertinya dia marah padaku. Tak lama Cakka datang menghampirinya. Melihatnya membuatku senyum – senyum sendiri. Wajarkan? Walaupun aku masih sakit hati dengan perkataannya.
>>>>>>>> 
Just Dreaming (chapter 3)
Semua anak kini mengitari api unggun sambil sesekali mengelus lengan masing – masing. Aku menjulurkan kedua tanganku mendekat api unggun. Tanganku terasa sedikit agak dingin akibat efek deg – deganku. Ini mungkin satu dari sekian banyak kebiasaanku yang tak bisa aku hindari. Saat inilah adalah hal pertama bagiku untuk bisa jalan BERDUA dengan Cakka. Tapi.. bagaimana jika nanti aku tak sengaja memegang tangannya? Bisa dapat jitak dari dia. Tak lupa, juga dari Shilla. 
“Anak – anak, ayo segera berkumpul!” perintah Pak Doni dengan menggunakan toak kesayangannya setiap dia memanggil kami.
Kami segara membentuk barisan.
“Sekarang tiba saatnya untuk melaksanakan jurit malam, Setiap regu akan di berikan satu buah peta dan satu buah senter,” ucap Pak Doni. Terdengar beberapa sorakan protes dari kami.
“Harap tenang!” perintahnya, “Kita mulai dari kelompok satu Acha dan Rio, silahkan maju kedepan.” Peritah Pak Doni.
Keduanya tampak saling malu – malu gaje. Sangat memuakan melihatnya. Kurang dari 10 menit mereka keluar dan tampak senyam – senyum sendiri. Tambah serem lihat mereka. Kayak orang gila.
Makin banyak aku melihat para peserta keluar dengan wajah aneh. Contahnya saja Agni dan Riko. Riko nangis gaje kayak anak kecil sedangkan Agni cengengesan. Sivia dan Gabriel juga. Sivia layaknya gunung es sedangkan Gabriel kayak berang – berang (?).
“Nah, sekarang harap Shilla dan Daud maju ke depan,” perintah Pak Doni.
“Ciieeee...”
Daud tampak senyum – senyum malu, sedangkan Shilla merasa sangat ilfeel sepertinya. Mendekat ke arah Daud saja ia tidak mau.
Mereka pun melaksanakan apa yang di perintahkan. Andaikan saja Daud itu Cakka, pasti udah digandeng Shilla. Bukan maksud untuk mencari sensasi,tapi dari wajahnya Shilla terlihat amat takut.
Tak sampai 5 menit kemudian Shilla dan Daud keluar dengan tampang aneh *halah, bahasanya*. Shilla keluar sambil teriak – teriak histeris sedangkan Daud tampak pucat dan berkeringat dingin. Aneh banget lihatnya.
Shilla langsung main nyosor meluk Cakka dan sukses dapat sorakan meriah dari anak – anak. Andaikan aja Shilla itu aku, oh my gosh.. bisa mimisan!
“Sekarang giliran *urname* dan Cakka,” ujar Pak Doni.
Aku melihat kearah Cakka dan lalu bangkit dari tempat duduknya. Aku juga mengikutinya.
“Hati – hati di dalam sana banyak.. hantunya,” ujar Pak Doni serius.
Aku menelan ludah. Dari wajahku nampak wajah ketakutan.
“Haha.. tenang saja. Tadi itu bapak hanya bercanda,” tawanya, “di dalam sana ada dua orang penjaga. Ya.. siapa tau saja kalian tersesat,” lanjutnya.
Kemudian Pak Doni memberikan kami 1 buah senter dan peta petunjuk tempat itu. Aku hanya menatap pasrah senter yang ada di tanganku.
Cakka berjalan duluan didepanku. Aku ngekor aja dari belakang. Komentar yang pas buat tempat ini adalah terlalu sepi dan gelap! Suara burung hantu yang entah dari mana asalnya terdengar menyambut kedatangan kami. Aku menyenteri seluruh tempat yang gelap itu. Bulu romaku terasa sedikit merinding.
“Kita ke ke kanan dulu,” perintah Cakka.
Aku mangut – mangut.
“Krreeekkk...”
Upss.. aku tidak sengaja menginjak ranting pohon. Cakka sempat berbalik kearahku.
“Ga sengaja,” ujarku pelan.
Kami melanjutkan perjalanan kami.
“Aaahhh....!!!” teriak Cakka dan segera berlari.
Karena lihat Cakka lari – lari gaje, aku juga ngikut deh sambil teriak – teriak gaje. Takut aja kalo – kalo... mami.... help me!!
“Hosh.. hosh”
Kami berdua terengah – engah setelah berlari cukup jauh.
“Ada.. apaan si.. kka?” tanyaku penasaran.
“Tadi itu... gue lihat...” belum sempat Cakka menyelesaikan kalimatnya, Cakka hampir tumbang.
“Cakka!!” ujarku dan segera memapahnya.
“Loe ga papa?” tanyaku berusaha tetap tenang walaupun dalam hati gue seneneeeeeeengg banget!!
“Gue.. gue gaa papa kok..” jawabnya dan memegangi dadanya.
Secara spontan Cakka memegangi lengan tanganku erat. Aku bisa merasakan lembutnya tangannya. Jantungku berdegup kencang.
Cakka berusaha sekuat mungkin. Ia berusaha berdiri tegak.
“Ayo, kita lanjutin perjalanan kita,” ujarnya.
“Em.. loe yakin ga papa?” tanyaku sedikit ragu.
“Gue ga mau ini bisa menunda perjalanan kita,” jawabnya dan tersenyum.
Dari situ aku baru pertama kali melihat senyum Cakka yang sangat manis dan tulus.
Akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan kami.
“Pertama – tama kita harus kearah kanan,” perintah Cakka.
Aku mangut. Cakka terlihat sangat dewasa. Aw.. makin gue ga bisa lupakan dia.
“Hati – hati, banyak becek,” ujar Cakka.
‘Yaelah Cakka.. ada becek aja lo sampai peringati gue.’ Batinku.
Cakka melompati genangan lumpur yang cukup besar. Ia lalu mengulurkan tangannya ke arahku untuk membantuku melompati genangan lumpur itu.
“Ayo. Kok malah bengong?” tanya Cakka dan membuyarkan keraguanku.
“E.. em..” kataku salting.
Dengan ragu, aku mulai meNYENTUH tangan Cakka. Tangannya 3x lebih halus dari padaku membuatku semakin malu. Aku melompati genangan itu sambil menunduk. Nggak kuat natap matanya coyy..
Cakka berjalan di depanku. Sementara aku sedikit *nggak deng, banyak* jingkrak – jingkrak di belakangnya. Tak sengaja Cakka melirik ke belakang dan melihatku melakukan adekan konyol itu. Aku melihat Cakka sempat tertawa sedikit dan ia tahan, sementara gue?? Urat malu putus! Hah! Malu gila! Untuk mencairkan suasana, gue sengaja nyengir aja. Kami pun melanjutkan rute kami.
“Aaaahhh..!!!!” teriakku begitu melihat sesosok bayangan putih melewati kami.
“Tenang.. ga ada siapa – siapa kok. Ga usah parno gitu deh.” Ujar Cakka.
Kalimat terakhirnya cukup menyinggungku. Sikapnya yang tadi lembut, jadi sedikit agak kasar.
“I.. iya..” balasku sedikit kikuk.
Cakka berdehem.  Ni anak napa lagi, kagak ngarti gue dengan apa yang dia maksud. Ia memberi kode  ke arah tangannya.  Oh My Bieber! Gue ga sengaja genggam tangannya! Hah.. malu lagi deh gue -_-
“Sorry Cak, gue nggak sengaja,” gue segera melepaskan genggamanku.
 Perjalanan kamipun di lanjutkan.
>>>>>>> 
Just Dreaming (chapter 4)
Hari ini hari sabtu, hari dimana para peserta camp dapat melakukan kegiatan bebas dari pagi hingga jam 3 sore.
Aku memilih duduk – duduk di depan tenda. Via sedang disuruh memasak air sedangkan Zeva sudah hilang entah kemana. Emang aneh tuh anak. Lama –lama gue JB. Jadi Bosen. Akhirnya aku jalan – jalan sebenntar ke danau yang tak jauh dari camp. Aku duduk di tepi danau dan melempar beberapa kerikil kecil ke dalam danau.
“Sendiri neng?”
Aku menoleh.
Eh Rio. Gue kirain siapa” kataku. Rio lalu duduk di sampingku.
“Sendirian aja?” tanyanya.
“Iya. Teman – teman gue pada sibuk sendiri. Loe ndiri?”
“Sama.”
“Hei, loe anak yang waktu itu kan?” tanya seseorang dan duduk di sampingku.
“Eh, iya. Kalo ga salah nama loe Alvin kan?” jawab dan tanyaku.
Alvin mengangguk, “Teman –teman loe mana?”
“Pada sibuk semua. Loe?”
“Gue juga”
Sekarang posisi gue ga nyaman banget. Di kanan kiri gue ada cowo ganteng. Seneng sih, tapi beban mentalnya yang berat! Gue juga ga tau harus mulai dari Alvin, atau Rio? Huuaaa... bingung!
“Hei *urname*.” Sapa Zevana.fiuh.. syukur ada teman.
Zeva kini melirik ke arah 2 orang yang duduk disampingku.
“Eciiee...pangeran kodok mau PDKT nih ceritanya sama *urname*?” goda Zeva.
“Apaan sih lo?” ucap Alvin dingin.
“Ato mungkin lo mencoba buat lupain man..”
“CUKUP!” tegas Alvin sebelum Zeva menyelesaikan ucapannya.
Zeva cukup kaget dengan sikap Alvin. Alvin bangkit berdiri dari tempat duduknya dan segera pergi. Tak lupa dia memberikan tatapan dingin kepada Zeva.
“Kenapa sih dia?” tanya Zeva jangkel. Aku mengangkat bahu.
Zeva  lalu pergi dan mungkin dengan perasaan jengkel.
“Cowo tadi itu siapa?” tanya Rio.
“Alvin,” jawabku.
“Siapa loe?”
“Teman gue lah.. masa babu gue?”
“Ow.. kirain..”
***
“Semuanya... sekarang saatnya makan. Ayo berkumpul!” perintah Pak Doni.
Semua peserta camp berkumpul dan duduk membentuk suatu lingkaran mengelilingi api unggun. 3 orang cewek membagikan kami sebuah mangkuk.
“Kali ini makanan akan di sediakan oleh panitia camp,” kata Pak Doni.
Seorang wanita yang lebih tua dari pada Pak Doni membagikan kami mie ayam.
“Iuww... gue ga mau makan makanan yang nggak selevel dengan gue!” ujar Shilla.
“Sombong amat tuh anak,” Bisik Zeva.
Cakka menyiku Shilla pelan, ‘’loe nggak boleh gitu Shil.”
“Biarin! Aku emang ga suka makan yang kayak gini,” balas Shilla.
“Oh.. gue tau. Lo suka makan makanan kampung kayak gini kan? Ya udah nikmatin aja tuh!”
“Ckckck... nona Shilla, tolong jangan merendahkan makanan ini. Hargailah. Kamu tuh seharusnya bersyukur bisa makan hari ini,” nasihat Pak Doni.
“Masa bodo. Yank ga usah makan ah. Temanin aku,” pinta Shilla pada Cakka.
“Ga ah. Gue laper,” ujar Cakka dan menyantap mie ayam-nya.
Shilla cemberut. Ia lalu pergi entah kemana. Aku tersenyum melihat Cakka ku. Wait.. apa gue nggak salah lihat? Cakka tersenyum ke arah gue! Mata gue rabun nih. Jangan geer, oke? Setelah di lihat baik – baik, Cakka sepertinya ga tersenyum sama gue deh. Aku melirikke arah samping kiriku, Zeva sedang asik makan, dan sepertinya senyuman manis itu bukan untuk Zeva. Di samping kanan Sivia, ia melirik ke arah depan dan... cuek? Aku meliha reaksi Cakka yang berubah menjadi sedih. Oh My Gosh! Apa jangan – jangan...
***
Malam pun tiba. Semua sudah tidur, terkecuali aku. Tentu saja masih ke bayang hal tadi. Yah... harus ku akui, Sivia itu cantik, manis, pintar, semua cowok pasti bisa ke sem – sem sama dia kecuali kalo cowok itu gay. Aku memutuskan untuk duduk – duduk di luar tenda.
Di luar sangat sepi, hanya ada gue di sini. Sendirian. Gue benci banget!
“*urname*, seharusnya loe tuh ngaca! Loe jangan terlalu geer jadi orang. Loe di banding dengan Sivia ga ada apa – apanya! Sivia tuh cantik, baik, manis, pintar... elo? Cuma orang bego dengan muka pas – pasan. Jangan kebanyakan mimpi lo!” ujarku sendirian.
“Gue punya kaca. Loe mau nggak gue pinjemin?”
Aku menoleh.
“Eh, ada Alvin toh..” kataku salting. Alvin kemudian duduk di sampingku.
“Kenapa loe? Loe cemburu sama Sivia?” tanya Alvin.
Gue ga jawab. Gengsi.
“Sorry kalo gue sotoy dan ikut campur masalah loe,”lanjut Alvin.
“Em... ga papa kok. Iya.. gue lebih tepatnya sangat iri sama Sivia..” balasku datar.
“Kenapa?”
“Lo ga lihat apa? Sivia tuh cantik, putih, baik, manis, pinter lah gue? Ga ada menariknya sama sekali. Gue serasa penuh dengan kekurangan.”
Alvin tertawa kecil, “Asal loe tau *urname* kelebihan loe adalah kekurangan Sivia,” kata Alvin.
“Tapi kekurangan Sivia apa coba? Lagian, gue ga punya bakat sama sekali.”
“Nobody perfect in this world, isn’t it? Ga ada manusia di dunia ini ga punya kelebihan. Loenya aja yang mungkin belum tau kelebihan apa yang loe punya,” jelas Alvin.
Aku tak bisa membalas ucapan Alvin barusan. Semua yang dia katakan emang benar. Pemikirannya kali ini sangat dewasa. Maybe, gue terkesima.
“Gimana? Terkesima ye dengan ucapan gue?” goda Alvin.
Lagi – lagi gue cuma diam. Tau dari mana dia?
“Hehe... kata – kata tadi bukan dari gue sendiri, tapi copas dari orang – orang,” Alvin mengakui.
“Yee... gue kirain,” tanggapku.
“Masuk yuk. Di sini udah banyak nyamuk yang berkeliaran *halah bahasanya*.” Ajak Alvin.
Aku mengganguk. Kami berdua memasuki tenda kami masing – masing.
“Alvin...” ucap Sivia lirih.
***
Pagi – pagi sekali kami sudah di bangunkan oleh suara Pak Doni lewat toak kesayangannya.
“Apadeh pagi – pagi gini udah di suruh bangun?” ucap Zevana dan menguap.
“Tauk! Ga penting banget,” tambah Sivia.
Sementara itu, gue ke danau untuk mencuci muka.
“Airnya dingin banget!” komentarku setelah membasuh mukaku dengan air.
 Saking gue mengantuknya, hampir saja gue terpeleset ke dalam danau. Untung saja ada seseorang dengan sigap menarikku.
‘Cakka? Handsome boy,’ ucapku dalam hati.
Jarak kami berdua sangat dekat. Mungkin hanya 8 cm saja. Cakka memandang gue dalam bangat dan sangat sukses buat gue mati kutu di tempat. Gue harap ini Cuma mimpi, eh, jangan deng, kalo ini mimpi bagus banget! Tak lama kemudian Cakka melepaskan genggamannya.
“Loe ga papa kan?” tanya Cakka cepat – cepat untuk mencairkan suasana.
“Em, iya. Ga papa. Thank’s ya udah tolongin gue,” jawabku sambil nunduk saking malu dan saltingnya.
Cakka cepat – cepat pergi dari tempat itu. Mungkun takut di lihatin orang kalo dia lagi bareng gue. Apalagi kalo ketahuan sama Shilla, bukan hanya Cakka yang di gorok, gue lebih – lebih.
Aku juga mengikuti Cakka dan nimbrung ngobrol bersama Sivia dan Zeva.
“Lama amat loe cuci mukanya, loe sekalian cupir ye?” Zeva langsung menyerbuku dengan pertanyaan.
“Gue tadi tuh hampir terpeleset tau!”
“Terus gimana?” tanya Sivia.
“Untung aje gue nggak ga jadi jatuh beneran ke danau.”
“Yahh, kenapa ga jatuh aja sekalian. Tanggung tuh,” ujar Zeva.
“Sompret lo.”
“Baik anak – anak, kita akan melaksanakan kegiatan kita pada hari ini yaitu...”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar